Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HASUDA AI : Gadis Jepang 'Terpikat' Budaya Minang

    

HASUDA AI

HASUDA AI, 32 begitu nama gadis Jepang itu. Ai Sense begitu para mahasiswa di Kota Padang memanggilnya. Ia merupakan seorang penari Jepang yang 'terpikat' budaya Minang.  Lima tahun sudah Ai ditemani sang bunda, Hasuda Kyoko bolak balik Jepang-Padang, Padang-Jepang. Jikalau dihitung, sudah 21 kali Ai datang ke Padang. "Pertama kali mendengar Kota Padang pada 2003. Kala itu saya tengah mengajar anak-anak Indonesia yang menimba ilmu di Jepang. Beliau bercerita jikalau di kota Padang ada festival kebudayaan Jepang di Kampus Universitas Bung Hatta. Saya tertarik dan langsung datang ke Padang," cerita Ai, Duta Besar Pariwisata Mito.

    Ketika festival kebudayaan berlangsung, Ai sempatkan datang ke Padang pada Mei 2009. Ia sungguh tak menduga dan mengira, respon positif anak-anak Indonesia terhadap kebudayaan Jepang. "Dari matanya terlihat jelas minta banget ingin mempelajari kebudayan Jepang," kata Ai.  Kemudian, ketika gempa melanda kota Padang, Ai datang lagi menghibur anak-anak di kota Bingkuang ini, tentunya dengan tarian Jepang yang telah dikuasainya. Semenjak saat itu, ia bertekad mengajarkan kebudayaan Jepang di Padang.

   Kini, ia dipercaya memperkenalkan dan mengajarkan kebudayaan Jepang untuk mahasiswa di Universitas Bung Hatta, Universitas ANdalas dan STBA H Agus Salim Bukittinggi. Ai menceritakan kesan pertama kali mengajar anak-anak, mereka kaget, karena budaya Jepang sangat terkenal on time (tepat waktu). Lama kelamaan, mereka sangat antusius ingin mengali terus tentang kebudayaan Jepang, malahan mereka datang lebih dahulu dari pada Ai Sense.

    Ai Sense sangat bangga dan terharu, ketika mendapatkan sambutan yang luar biasa dari anak-anak Padang. Alunan riuh tepuk tangan dan panggilan Ai Sense atau Ai Cinta selalu terlontar dari mulut lugunya sang mahasiswa. Ekspresi tersebutlah menjadi penyemangat Ai terus mengajarkan tentang kebudayaan Jepang di Kota Padang.

    Ai merupakan sosok seniman sejati. Selama di Padang, ia sempatkan mengenal kebudayaan Ranah Minang. Ia menilai ada persamaan antara budaya Jepang dan Minang. Contohnya, alat musik saluang yang ada di Padang, hampir mirip alat musik Jepang punya.

    "Saya suka banget dengan kota ini, dalam satu daerah terdapat berbagai jenis etnis budaya dan suku. Begitu pula dengan tariannya. Kaya variasi gerak dalam tariannya," puji Ai. Ai berharap, agar anak-anak didiknya yang telah diajarkan tentang kebudayaan Jepang bisa menyalurkan ilmunya ke anak-anak daerah lain di Indonesia. Salah satunya, siswa Ai, Tri Wahyuni Anggraini yang telah dipercaya untuk mengajar tarian Jepang di Jakarta.

    Di usia muda, 32 tahun, Ai merupakan seniman profesional di negaranya. Ia datang ke berbagai negara guna memperbandingkan kebudayaan Internasional. Setengah tahun dihabiskannya keliling Indonesia. Baginya budaya paling utama. Berawal dari kebulatan tekad tersebut, Ai pun mengenakan pakaian kebangsaan Jepang, Kimono selama berada di Indonesia. Bahkan Ia sudah berjanji tidak akan mempelajari bahasa Indonesia, alasannya kalau ia mengerti bahasa Indonesia, anak-anak Indonesia tidak ingin lagi berintegrasi dengan bahasa Jepang.

    "Saya tidak ingin anak-anak Indonesia mempelajari kebudayaan Jepang setengah-setengah. Belajar budaya, tentu belajar tentang bahasanya," kata Ai didamping Translator, Tri Wahyuni Anggraini. Setelah beberapa bulan di Indonesia, Ai baru mengetahui jikalau Jepang pernah menjajah negara ini. Namun ia ingin menembusnya, dengan cara mempererat jalinan kerja sama dengan Indonesia.

    "Saya sangat berterimakasih sekali sama orang Indonesia. Walaupun sudah kami perlakukan seperti itu, mereka tetap saja mencintai kebudayaan kami," ucap Ai, Anggota Kehormatan Masyarakat bidang Promosi khusus kehidupan dan kebudayaan Jepang.

    Ai terlahir di daerah Mito provinsi Ibaraki Mito, pada 4 Februari 1982. Ia telah menggeluti tarian Jepang ketika kelas dua sekolah dasar dan telah memulai debut (Nagauta shinkanoko) pada tahun berikutnya.

    Setelah tamat dari SMA Koyasan, di Provinsi Wakayama, Ai juga turut berpartisipasi dalam kegiatan di kuil Koyasan dan bergabung dalam paduan suara, mempelajari agama lebih dalam dan sebagainya. Setelah masuk ke Universitas Perempuan Sonoda, Ai mempelajari sebuah alat musik Tsugaru Samisen di Reiyukai di bawah bimbingan Nakamichi. Berkesempatan juga untuk berpartisipasi dalam kinerja di Selandia Baru, Ai sempat terpesona dengan tarian kontemporer Amo-kai, dengan Amo Shozui sebagai kepala sekolah, dan segera setelah kembali ke Jepang, ia bergabung dengan Amo-kai.

    Pada tahun berikutnya Ai diberikan izin Amo Shouen seorang master tarian klasik dari grup-Amo dan Ai diberi nama dengan Kiri Saien sebagai seorang instruktur dari tarian kontemporer dari grup Kiri. Saat ini Ai telah memiliki kelas tarian di Kobe, Kyoto, Higashi-Osaka Takarazuka Honmachi di pusat kota, mengajar kelas tarian di Indonesia, dimulai dari Universitas (Bung Hatta) pada Januari 2010, banyak siswa dan masyarakat setempat yang ikut berpartisipasi, namun saat ini lebih dari 10 sekolah dan perguruan tinggi di tujuh kota di Indonesia.

    Ai juga memprakarsai pertukaran internasional di Cina sejak tahun 2011, dan pada tahun 2012 disponsori sebuah kelompok besar Konsulat Jenderal Jepang dalam Festival pertukaran budaya, melalui sebuah tarian.

    Ai berharap suatu saat dapat membuka kelas seperti di Jerman, Vietnam dan untuk seluruh penjuru dunia. Sementara untuk menjalankan misinya, Ai berupaya melalui pertukaran internasional sebagai tenaga pengajar dari Sôbu-kenkyûkai (pelatihan untuk tari kontemporer) di Universitas Sonoda Wanita dan memberikan pengajaran tari Jepang bagi siswa internasional di lembaga yang berbeda.

    Selain itu, Ai juga berpartisipasi dalam kunjungan ke rumah-rumah lansia, serta acara dan proyek dari semua jenis organisasi. Dia juga aktif dalam penggalangan dana untuk korban gempa Sumatera di Indonesia. Selain tampil di Teater Nasional di Tokyo, National Bunraku Theater di Osaka, Kyoto Minamiza atau Uchikoza, Ai juga memberikan penampilan pertamanya di Indonesia, di mana dia tampil di berbagai media juga. (Lenggogeni)

Post a Comment for "HASUDA AI : Gadis Jepang 'Terpikat' Budaya Minang"