DEMI TUGAS
Oleh LENGGOGENI
DENGAN berat hati, Gandhi terpaksa berkemas-kemas untuk ke kota Malang. Ya..., di sana Ghandi ditugaskan untuk mengamankan kawasan tersebut bersama dua temannya. Anton dan Andi merupakan teman-teman yang akan menemani hari-hari kelabu Ghandi di kota yang sama sekali tidak ada sanak saudara dikala dia ada kesusahan.
"Aduh.... pindah lagi..., pindah lagi....." dia hanya terpaksa menghela nafas dalam-dalam ketika atasannya memberikan sepucuk surat tugas. Hari dimana Ghandi bersama dua orang temannya berangkat ke tempat yang sama sekali tidak dikenalnya.
Akan tetapi didalam hatinya dia berfikir, "kenapa aku malah marah setiap kali diperintahkan untuk bertugas di kota-kota di Indonesia, padahal inikan tugas dari resiko pekerjaannya sebagai seorang intelegen negara. Karena tugas intel harus mendahulukan kepentingan pekerjaan dari pada perasaan keluarga, diri dan orang-orang di sekeliling.".
Ya... Ghandi merupakan anak tunggal dari pasangan Nurbaiti dan Suroto. Ibu Bapak Ghandi telah lama berpisah. Dia memang terlahir dari seorang anak Komandan Pasukan Khusus (kopasus) kepresidenan. Jadi, dia tidak dapat mengelak ketika Bapaknya membentuknya untuk mengikuti jejaknya.
Tanpa terasa mereka bertiga telah sampai ke tujuan. Di bandara mereka dijemput Herman, Dia memang berperawakan sanggar dan sangat memiliki penampilan amburadul, akan tetapi dia merupakan kepala Badan Inteligen Negara (BIN) untuk kawasan Malang. Dari bandara mereka terus ketempat kontrakan yang teletak di pusat kota.
Sejenak Ghandi berfikir, pertanyaan kenapa dia dipindahkan ke kota ini yang selalu mengisi benaknya. Mungkin ini sudah suratan takdir. Telah berliku-liku perjalanan yang kulalui dan aku tidak ingin kejadian yang sama terulang kembali seperti yang pernah terjadi di Yogyakarta, kota penuh kenangan. Kini, kota tersebut telah kutinggalkan. Habis terkubur bersama jasadmu Intan. Akan tetapi kenanganmu masih tetap kuingat. Dengan penuh iba dan harapan, kamu menghembuskan nafas terakhirmu dipangkuanku.
Seandainya, ketika itu aku ada disampingmu dan tidak membawamu kemana-mana atau mengenalkan kamu kepada seluruh teman-temanku. Kamu mungkin tidak akan meninggalkanku seperti ini. Sepi...., semua perasaanku telah kau bawa pergi bersama kenangan kita. Brak....bruk...... koper Ghandi berserakan, ditabrak seorang cewek. Dengan tanpa berdosa dan merasa bersalah, lantas cewek tersebut pergi tanpa sepatah kata ataupun permintaan maaf.
"Uhhh....baru tiba aja sampai di bandara sudah ditabrak cewek. Ah... apalagi beberapa tahun dikota ini. Dasar loe, cewek ngak punya sopan santun." gerutu Ghandi dengan sebel dan mengomel sendiri sambil menuju mobil yang telah menunggunya dari tadi.
Untung setelah sampai diatas mobil kekesalan Ghandi pudar, karena ada lagu mars slank. Lagu tersebut selalu diputar Ghandi apabila suasana hatinya sedang kesal dan marah ataupun suntuk dengan seabrek kegiatan yang menguras tenaga, hati dan pikirannya.
"Ok....para-para pendengar..., semoga anda terhibur dan semangat bekerja untuk menjalankan aktivitas. Saya Jingga akan menemani Anda hingga pukul 12.00 WIB. Untuk selanjutnya sekarang saya putarkan kembali lagu dari sepasang kekasih yang lagi kasmaran, ya siapa lagi Acha Sepriasa dan Irwansyah dengan heart." ujar Jingga sambil memutuskan untuk menutarkan lagu tersebut.
Beruntung, suara merdu dari penyiar yang bernama Jingga tersebut, seolah-olah dapat menengkan perasaan gundah gulana Ghandi. Suaranya sejuk bagaikan air dingin yang memberikan kedahagaan bagi penikmatnya dikala panas.
"Pak..., tadi itu, radio apasih, gelombangnya berapa," tanya Ghandi kepada Herman yang sedang menyetir mobil. "Oooo itu, Radio Melati, frekuensi 104,5 FM." jawab Herman singkat. Tanpa disadari, Ghandi bersama teman-teman di kantornya. Markas BIN untuk kota Malang memang tidak seperti kantor. Dari luar nampak seperti rumah biasa. Akan tetapi orang-orang didalamnya sangat berotak encer alias cerdas serta tegas dan berprinsip. Berbeda sekali dengan kantor BIN di pusat. Kantornya megah dan bertingkat.
Sesampai disana, Ghandi dan teman-temannya diberikan satu buah kamar yang telah disediakan. Saat berada di kamar Ghandi langsung merebahkan badannya pada sebuah sofa. Di sofa tersebut Ghandi bermimpi ketemu dengan Intan.
Dalam mimpi Intan berpesan, "Jangan pernah untuk mengingat aku lagi, cari penganti diriku. Dan kota ini tepat bagimu, karena kamu akan ketemu dengan gadis baik hati dan lugu. Jaga dia baik-baik dan jangan sampai kamu sakiti hatinya. Karena aku tidak ingin dia bernasib sama denganku,". Mimpi Ghandi buyar, ketika suara ribut-ribut.
Dia langsung melihat keluar jendela, ternyata puluhan anak-anak muda yang lagi latihan band. Namun aneh, wanita yang menabraknya tadi dibandara kok ada disana, siapa dia..? Sehabis mandi dan ganti baju, Ghandi duduk di depan kantor, dengan alasan mencari angin segar. Sore itu, dia ditinggalkan oleh kedua teman yang telah pergi. Dalam duduknya, mata Ghandi terus tertuju pada rumah di depannya tersebut, yang tidak lain adalah kantor radio Melati. Pikirannya terus membayangkan bisa ketemu dengan pemilik suara yang bernama jingga tersebut. Akan tetapi, dia juga bertanya kenapa ada cewek yang menabrak dibandara tadi pagi di sana.
Ketika mata Ghandi tertuju ke depan kantornya tersebut, muncul Anton dan Andi bersama dengan cewek yang menabraknya dia dibandara. "Ghan, ini loh cewek yang menabrak loe itu." kata Anton memperkenalkannya. "Saya Jingga." kata cewek tersebut memberikan tangannya sebagai tanda perkenalan. Dengan perasaan campur aduk, Ghandi menyebutkan namanya. "Saya Ghandi."
Kini hari-hari Ghandi diisi dengan kecerian dan semangat, karena sang gadis yang memiliki suara merdu dan sejuk tersebut selalu menemani kehidupannya di negeri asing ini. Jingga ada disamping Ghandi, setiap sore dan malam hari. Sore hari mereka berburu makanan khas Kota Malang. Dan malamnya, suara Jingga menemani Ghandi sampai melayang kelangit ke tujuh.
Satu bulan setelah kedatangan mereka bertiga di kota Malang. Untuk pertama kalinya, Herman memberikan Ghandi, Anton dan Andi tugas menyelidiki kasus keterlibatan seorang anggota TNI berpangkat jendral, dalam peredaran nakorba di kawasan tersebut. "Setiap hari dia selalu mengadakan pesta di rumah. Pesta merupakan sasaran empuk untuk menyebarkan narkoba." terang Herman. Dia berhenti sejenak dan meneruskan pembicaraan.
"Selain pengedar barang haram, dia juga germo. Padahal jabatannya di angkatan darat merupakan orang nomor satu. Yang lebih mengejutkan, dia juga dikenal masyarakat sebagai orang yang dermawan, sehingga pihak kepolisian segan dan tunduk kepadanya." kata kepala BIN Malang tersebut kepada ketiganya. Dia langsung pergi ke dapur. Dan kembali dengan sebuah minuman bersoda. "Gimana apakah kalian sudah mengerti.....?!," tegasnya.
"Tugas kalian cuma memata-matai dia dan membuat laporan," lanjutnya mengejutkan ketiga pemuda tersebut yang sedang berfikir. "Kapan bisa kita mulai pak," kata Anton dengan tidak sabar. Herman menjawab, "Malam ini, mereka ada pesta,". Penyedikan dihari pertama mereka tidak menemukan apa-apa, begitu pula dengan yang kedua, namun pada hari ketiga mereka berhasil mengorek keterangan yang dari seorang pelacur.
"Benar, pada awalnya keluarga saya mengenalnya sebagai seorang bapak yang baik. Karena itu, keluarga saya menitipkan kepadanya, dan sesampai disini saya bukan dikasih pekerjaan yang baik-baik, malah....." perempuan berpenampilan serba minim itu sambil menghisap sebatang rokok berkata dengan ceplas ceplos.
Ternyata perbincangan mereka didengar salah seorang pelayan rumah tersebut. Ketika dikejar pelayan tersebut menghilang. "Uhhhk, itu pasti si rese, Inem," katanya geram. "Dia selalu ketakutan saya akan melarikan diri dari tempat hina ini," kata pelacur yang bernama Santi. Setelah pembicaraan tempo hari tersebut, mereka bertiga mulai mengakrabkan diri dengan sang angkatan tersebut. "Aku akan undang kalian untuk datang ke pesta ulang tahun ku besok malam," tutur sang angkatan yang bernama Lukman. Dengan tidak merasa curiga atas ajakan Lukman, Mereka bertiga serentak berkata," Suatu kehormatan bagi kami, untuk datang ke pesta anda, terima kasih,".
Satu bulan setelah penyelidikan mereka bertiga membuat laporan dan menyampaikan investigasi yang mereka dapatkan dari berbagai sumber. Tiga hari berselang, Lukman sang jendral ditangkap dalam sebuah pesta narkoba. Namun anehnya, Pihak kepolisian tidak menahan sang jendral, malah dibiarkan bebas berkeliaran.
Badan intelgen selaku penyelidik merasa dilecehkan, Ghandi ditugaskan untuk menanyakan kepada pihak kepolisian tentang kejadian ini. Ternyata ketika masuk keruangan kapolda ternyata sang jendral sedang duduk dengan manis dan wajah tanpa dosa. "Oh ya, Pak Ghandi, kenalkan ini pak Lukman," katanya sambil mengenalkan sang jendral kepada Ghandi. Mereka pun berjabat tangan.
Tanpa ada beban Kapolda memperkenalkan identitas Ghandi kepada sang jendral. "dia ini loh pak, pemuda pintar. Belum punya istri telah berpangkat kapten,". Ghandi hanya diam seribu bahasa dan berkilah, "Pak lukman ini yang paling hebat, bisa menutupi siapa dia sebenarnya,"katanya sambil menepuk bahu sang jendral.
Merasa tersinggung dengan perkataan ghandi, sesampai dirumah, sang jendral menerintahkan anak buahnya untuk menyelidiki dan mencari tahu kelemahan Ghandi. Namun, mereka berhasil menemukan kelemahan dari Ghandi yakni terletak pada sang kekasih. Malam itu juga timbul niat jahat sang jendral untuk menculik Jingga. "Selamat siang, pak Ghandi," sapa lukman dari telepon.
Ghandi binggung dari mana si bajingan tersebut memperoleh nomor ponselnya. Dengan sopan dan tegas Ghandi menjawab, "Siap, ada apa pak jendral, apa yang bisa saya bantu," Sang jendral tertawa sinis, "Kami sedang menyerkap kekasih anda, kalau anda mau kekasih anda bernama Jingga selamat, datang sendiri ke gedung Elang jalan Rajawali," bentaknya. "Maaf pak, Dia bukan kekasih saya," jawab Ghandi enteng. padahal dalam hati berkecambuk api kemarahaan.
Sang jendral bingung dan memberikan gagang telepon kepada Jingga."Mas ghandi, saya jingga. Bantu saya mas, saya takut.......," kata Jingga. Ghandi hanya terdiam, lalu berkata lagi "maaf ya saya tidak kenal dengan anda!!," Ghandi berusaha untuk menutup telingga agar tanggisan permintaan pertolongan Jingga tidak terdengar di telinga. "Gimana benarkan dia kekasih anda,"
"Mohon izin sekali kali...., saya sudah katakan dia bukan kekasih saya, kekasih saya sekarang lagi melanjutkan studi S2nya di belanda. Kalau anda mau lihat foto, silahkan datang kerumah saya. Ohhhhh anda pasti tahu rumah sayakan," tutur Ghandi.
Lalu mereka berdua terdiam sejenak untuk mengatur siasat selanjutnya. Untuk mencairkan suasana, Ghandi berkata, "Pak saya punya usul, bagaimana kalau bapak ke rumah saya dulu, guna memastikan siapa kekasih saya sebenarnya.Lagi pulakan saya tidak begitu hapal nama jalan di kota ini. Apakah bapak mau ke rumah saya???! sesudah bapak kerumah saya, kita pergi melihat gadis yang bernama Jingga itu, Gimana? setujukan!!," katanya dengan penuh diplomatis.
Sang jendral akhirnya luluh dan menuruti ajakan dari Ghandi untuk bertamu sekaligus melihat foto pujaan hati. "Aku terima ajakan anda," tegasnya. "Dengan senang hati saya akan jamu anda semewah mungkin," kata Ghandi. Lalu dia mengambil telefon dan meminta agar polisi segera ke tempat jingga. Puluhan aparat datang tempat Jingga diserkap.
Dalam waktu lima menit sang jendral sampai kerumah. "Suatu kehormatan seorang jendral yang dermawan datang berkunjung kerumah anak buahnya, Silahkan masuk dan duduk," ujar Ghandi mempersilahkan sang jendral dan satu orang pengawal duduk. "Oh iya, bapak mau lihat foto kekasih saya kan," katanya sambil memberikan sang jendral sebuah minuman bersoda.
Kemudian dia mengeluarkan album kenangan dia bersama Intan. "Apakah kamu masih percaya bahwa Jingga adalah kekasih saya. Dia bukan kekasih saya, dia hanya seorang gadiskan?. Jadi untuk apa bapak sergap dia," paparnya berusaha membuat alibi bahwa Jingga bukan kekasihnya. Mereka pun pergi ketempat penyergapan Jingga tersebut. Namun apa yang mereka liat setelah sampai di ruangan Jingga. Ratusan aparat kepolisian bersenjata mengarahkan senjatanya kejidat sang jendral dan satu orang pengawalnya. "Sial, curang............,keparat kamu," sumpah serapah sang jendral kepada Ghandi. Akhirnya sang jendral memperoleh ganjaran dari perbuatannya, yakni dihukum selama 20 tahun penjara. Satu minggu, setelah kejadian tersebut. Ghandi meninggalkan sepucuk surat kepada Jingga yang berisikan :
Post a Comment for "DEMI TUGAS "
Silahkan Tinggalkan Komentar Yach..Thanks..
Post a Comment