SELENA MAYJOEL SUBROTO
Oleh Lenggogeni
"MAAFKAN aku, pi." teriak Maya.
"Siapa yang menghamilimu." hardik Subroto, papi Maya.
Maminya, Shinta hanya bisa menangis dan memohon agar suaminya tak memarahi putri tunggal mereka.
"Istighfar papi, dia masih kecil. Maya anak kita satu-satunya."
Subroto terus memukul putri kesayangannya itu.
"Kamu anak tak tahu malu. Sudah mencoreng nama baik keluargaku. Menyesal saya mengizinkan kamu sekolah ke Jerman seorang diri." kata Subroto sambil memegang kepala dan dada bukti penyesalan tak bisa menjaga kehormatan putri satu-satunya. Dia terdiam sejenak.
"Siapa yang telah menghamilimu."
Maya hanya cuma terisak menangis.
"Dia Joel, pap."
"Dimana dia sekarang. Minta pertanggungjawabannya."
Maya hanya cuma menangis sambil memegang perutnya. Dia hanya menyesal.
"Ketika Maya datang ke kosnya, dia sudah pergi. Maya tidak tahu dimana dia tinggal sekarang."
"Kalau begitu gugurkan kandunganmu sekarang juga. Kita pulang ke Indonesia." tegas Papi.
Maya hanya menangis.
"Pap, jangan pap. Anak itu tidak berdosa. Jangan bunuh janin itu." cegah mami memohon keridhoan suaminya membiarkan janin itu tumbuh dan berkembang.
"Apa kamu biarkan anak haram itu hidup."
"Pap, tak ada anak haram. Aku akan menanti kehadiran cucuku itu. Dia, bayi yang tidak berdosa. Setiap manusia yang terlahir di muka bumi ini dalam keadaan suci. Tak ada dosa, tinggal kita yang mengoresnya. Yang berdosa adalah kita papi, karena sudah gagal menjadi orangtua. Tak mampu menjaga anak satu-satunya. Diberikan kepercayaan, malah mengabaikan kepercayaan. Tidak hanya papi yang kecewa. Tapi saya juga kecewa. Saya sudah gagal menjadi seorang ibu. Hanya sibuk kerja dan kerja. Mengabulkan semua permintaan putri kita. Saya tak mampu menjadi teman curhatnya. Maafkan saya papi, saya sudah gagal jadi ibu bagi buah cinta kita. Jadi, biarkan aku menembus dosaku dengan memelihara cucu kita hingga dewasa nanti." balas Shinta mencoba menyakini lelaki yang dihormati dan dicintainya itu.
"Maksudnya mami apa." ucapan Subroto sudah mulai melunak.
"Saya ingin pensiun dari pekerjaan sebagai Kepala BI, papi. Saya ingin memberikan luapan kasih sayang yang tidak diperoleh Maya dulu."
Secara tiba-tiba Shinta memegang dadanya yang begitu sesak.
"Mami." teriak maya. Dengan sigap Subroto berusaha untuk menompang badan Shinta yang hampir jatuh ke lantai.
Maya dan papinya membawa Shinta ke rumah sakit terdekat dari apartement mereka.
"Papi."
Satu kata yang terlontar dari bibir perempuan cantik itu.
"Ya mami."
"Mami mohon sama papi untuk membiarkan bayi itu hidup. Berdosa kita membuangnya."
"Trus, mami mau kolega papi dan mami mengetahui kalau anak kita hamil luar nikah." tanya papi membelalakan keduanya matanya.
"Dia telah mencoreng arang dimuka kita mami. Aku malu punya anak seperti dia." ucap Subroto memegang keningnya. Buliran air mata jatuh dipipi Subroto.
"Aku sedih dan kecewa mami." Subroto memeluk wanita yang telah menemaninya hidup hampir 25 tahun.
"Saya juga papi."
Shinta mencoba tidak menangis dihadapan lelaki yang telah menjadi imamnya.
"Nasi sudah jadi bubur pap. Tinggal kita mengemas agar bubur itu bisa enak dimakan. Kita akan lewati berdua papi. Yakinlah, papi saya akan jadi ibu yang baik bagi cucu kita."
"Maksud mami? Ibu?."
"Ya, kita biarkan Maya melahirkan di Jerman. Saya akan menemaninya disini hingga dia melahirkan."
"Trus?."
Subroto tak mengerti maksud dan tujuan dari perkataan istrinya itu.
"Papi pulang dan bekerja kembali. Seolah-olah tidak terjadi apapun."
"Jadi mami tetap disini? Menemani anak kurang ajar itu."
"Iya. Saya akan menemaninya menghadapi cobaan ini. Saya ingin menembus kesalahan saya dulu kepada maya. Dia bersikap begitu, karena ingin diperhatikan kita pap. Saya mohon jangan marah dan membenci putri kita. Anggap ini sebagai cobaan ataupun teguran bagi kita, karena tidak bertanggung jawab membesarkan putri kita."
Shinta mencoba menyakinkan suaminya dengan mata memelas agar papi mengabulkan keinginannya.
"Papi pulang dan berikan surat pensiun saya. Dengan alasan saya lagi hamil. Kondisi saya tidak memungkinkan untuk bekerja lagi. Bilang janin dalam kandungan saya sangat lemah dan harus bedrest di tempat tidur." jelas Shinta yang membuat suaminya memiliki ribuan pertanyaan dibenaknya.
"Jadi, anak haram itu mau diakui jadi anak kita berdua mami."
"Yap papi."
Shinta turun dari tempat tidurnya. Lalu bersujud dan mencoba meraih tangan suaminya.
"Maaf papi. Saya adalah ibu dan istri yang tidak berguna."
"Tidak mami." kata Subroto mengangkat pundak dan memeluk erat perempuan yang dinikahinya atas dasar perjodohan kedua orangtua mereka. Tapi, dia sangat mencintai wanita pilihan orangtuanya sejak pandangan pertama. Keduanya menikmati perjodohan ini. Mereka saling jatuh cinta. Memutuskan untuk meneruskan perjodohan ini hingga ke bahtera rumahtangga.
Karir Shinta semakin melejit setelah menyandang status nyonya Subroto. Begitu juga Subroto, perusahaannya semakin berkembang. Hingga memiliki hampir 15 cabang perusahaan di seluruh Indonesia.
Subroto mendukung karir istrinya, begitupula Shinta mampu memberikan motivasi hingga usaha suaminya berkembang. Kebahagiaan mereka tambah lengkap dengan kehadiran putri cantik, Maya.
"Ayo Maya. Coba lagi nak." Shinta berusaha memberikan semangat.
"Maya takut mam."
"Kamu pasti bisa nak. Kamu anak mami yang tegar dan kuat."
Shinta coba berusaha mengikuti instruksi sang mami.
Sementara papinya, menunggu diluar ruangan bersalin dengan perasaan cemas.
Walaupun Maya sudah melukai hatinya. Tapi Maya adalah putri kecilnya yang dulu. Buah cinta yang ditunggu hampir lima tahun.
"Cucu bapak, perempuan. Cantik, persis ibunya." kata suster bersalin. Tak sabaran Subroto melihat cucunya itu.
Maya masih pingsan. Sementara Shinta mengendong cucunya itu. Dia menghampiri istri dan cucu perempuannya itu. Dipegangnya, lalu Subroto mengucapkan khomat sambil memegang keningnya.
"Allahuakbar. Allahuakbar."
Mereka melihat cucunya itu.
"Wajahnya persis seperti Maya kan pap, cantik dan manis."
Subroto hanya menangis terharu, sekarang dia sudah menjadi kakek.
"Papi,harus bisa mengendongnya." celutuk Shinta sambil menyeka air mata suaminya itu. Dia tahu hati suaminya sudah terluka dan teramat dalam.
"Pap, kita lihat Maya yuk ke dalam."
Mereka berjalan menuju kamar 403 itu. Dia melihat putrinya itu berlinangan air mata.
"Papi, mami maafkan Maya, karena tak mampu menjaga kehormatan mami dan papi. Kini maya menyerah, apapun rencana papi, Maya menurut."
Shinta dan Subroto memeluk putrinya itu.
"Tidak anakku. Papi dan mami yang salah. Kami tak mampu membantah keinginanmu, karena kami sangat menyayangimu anakku."
"Tidak papi, Maya telah mencoreng arang dikening papi dan mami. Maaf papi, Maya mendengar perkataan mami ketika di rumah sakit itu. Tapi papi, kabulkan permintaan Maya yang satu ini. Maya ingin memberikan nama kepada putri Maya." Maya merajuk kepada kedua orang tuanya sambil bersimpuh memohon ampunan dari kedua orangnya itu.
"Permintaan kamu, kami kabulkan sayang."
Mereka bertiga tak kuasa menahan tangisan.
"Ini anakmu. Gendong dan berikan air susumu yang pertama kepadanya."
Kini, bayi mungil itu dipelukan Maya.
"Selena Mayjoel Subroto namanya pap."
Maya melirik kedua orangtuanya.
"Panggilannya siapa?."
"Selena mam."
"Okay. Kami akan memanggil kamu Selena sayang."
Maya memberikan putrinya itu dengan penuh air mata.
"Mami, Selena sekarang anak mami. Dan jadi adikku. Aku janji mami akan belajar dengan baik hingga kelak bisa membanggakan mami dan papi."
Perkataan maya terhenti sejenak. Kemudian dia melanjutkan.
"Mami boleh ndak, mami pasangkan kalung ini setelah dia remaja kelak. Ini adalah kalung pemberian Joel mami."
Shinta dan Subroto hanya mengiyakan semua permintaan putrinya itu.
"Papi, Maya janji akan mengembangkan usaha papi disini." Maya memegang tangan papinya.
Lagi-lagi Subroto tak kuasa menahan perasaan marah bercampur aduk kasihan.
"Ya papi akan memberikan kamu modal mendirikan usaha disini." ucapnya.
"Terimakasih papi. Maya janji tak akan mengecewakan papi lagi. Maya akan pulang ke Indonesia kalau Maya sudah bisa menaklukkan Jerman pap."
Mereka saling berpelukan.
"Selena berangkat kuliah dulu yach mam." Selena meninggalkan ruang makan dan menuju ruang tamu.
Subroto sudah menunggu Selena diana. Sebelum berangkat kerja dia selalu mengantarkan Selena ke kampus. Lalu menjemputnya ke kampus lagi.
"Bye pap." Selena melambaikan tangan ke papi.
Subroto tak mampu menahan rasa sedih. Selena yang seyogya memanggilnya kakek, harus memanggilnya papi.
Lalu, dia melajukan mobil mengcek keuangan di kantor.
Lima jam di kantor dia kembali pulang.
"Papi udah pulang?"
"Iya mam."
Subroto langsung menuju kamar dan merebahkan badan.
"Mam. Tak terasa sudah 19 tahun lamanya kita tak pernah ketemu Maya mam. Sekarang Selena sudah gadis. Dia jadi anak yang pintar dan cantik."
"Iya pap. Mami jadi kangen putri kita. Selena persis sama seperti Maya. Ingin tahu semuanya. Tapi terkadang, Selena bertanya kenapa matanya berwarna biru? Kapan kakaknya pulang ke Indonesia. Dia ingin sekali melanjutkan kuliah ke Jerman."
"Haha itulah. Keingintahuan Selena persis sama ibunya."
Perbincangan mereka terhenti ketika deringan telefon.
Shinta bergegas menjawab.
"Mami, Maya kangen. Maya ingin pulang sebentar. Rasa rindu kepada Selena begitu dalam mam." Maya merenggek.
"Pulanglah nak. Papi juga merindukanmu."
"Selena pulang mam, pap."
Shinta dan Subroto menyeka air mata mereka.
"Kamu sudah pulang sayang."
"Iya mam, maaf yach mam, karena Selena tak memberikan kabar ke mami. Kalau mata kuliah spikologi ditiadakan hari ini. Jadi Selena pulang bareng teman."
"Siapa temannya, suruh masuk dong."
"Namanya Hany, dia sudah pulang mam." jawab Selena.
"Mam nangis yach. Kok matanya memerah."
"Hanya sedikit sayang. Menanggis bahagia. Kakakmu, Maya dari Jerman mau pulang ke Indonesia."
"Horay, aku bisa jalan-jalan bareng sama dia. Aku belum pernah ketemu sama dia lagi. Hanya bisa melihatnya melalui foto." sorak Selena menciumi pipi maminya yang beranjak ke kamar. Lalu dia mengambil sebuah kotak berisikan kalung.
"Wow bagusnya mami. Kalung siapa ini mami."
"Kamu mau? Silahkan pakai dan jagalah baik-baik yach."
"Terimakasih mami."
Dia melihat dengan seksama kalung bertuliskan hati itu. Perasaan dia pernah melihat kalung tersebut.
"Mami. Kok mirip yach kalungnya dengan kalung idola Selena."
Shinta terkejut.
"Hahah, kamu ini ada-ada aja. Ini pemberian papi kamu dong ke mami. Sebagai tanda cintanya."
"Benaran mami. Mami ke kamar Selena deh."
Selena menarik tangan Shinta menuju kamarnya dilantai dua.
"Tuchkan mami. Miripkan."
Tunjuk Selena ke sebuah foto pemuda berumur 39 tahun itu.
"Dia merupakan seorang penyanyi religi asal Amerika Serikat mami. Selama sebulan ini dia tour keliling Indonesia. Lagu-lagunya bagus mam. Selena suka dan membeli karcisnya shownya." jelas Selena kepada mami.
Papi yang mendengar percakapan keduanya, hanya bisa berlari sambil menanggis menuju kamar.
"Tapi Selena harus mengajak mami dan papi dong ke konsernya." Shinta berusaha tegar mendengarnya.
"Pasti dong mam. Mam adalah sahabat terbaik Selena. Oh iya, kakak kapan pulang ke Indonesia. Kalau sebelum pertujukan show itu. Selena akan pesan satu tiket lagi untuk kakak."
"Kakakmu pulang seminggu lagi."
"Yach...ndak bisa nonton bareng dech ama dia."
***
"Maaf, saya mau foto bersama kamu."
Mike J terpana melihat mata gadis itu. Matanya persis sama dengan wanita yang pernah disayanginya. Hatinya berdesir. Desiran hati begitu hebat dan mengebu di dalam dadanya. Pandangannya pun tertuju ke kalung yang dikenakan gadis itu.
"Kalung yang bagus. Persis sama dengan kalung saya."
"Iya, ini pemberian mami saya dua hari lalu." Selena memegang kalungnya.
"Oh iya boleh kita foto bareng."
Permintaan Selena membuyarkan lamunan Mike J.
"Okay."
Selena akhirnya bisa berfoto bersama dengan Mike J idolanya.
"Horay. Terimakasih," ucap Selena menyodorkan kartu namanya kepada Mike J.
***
Setelah sesi foto bersama fans tersebut, Mike J teringat gadis menarik yang ditemuinya tempo hari. Dalam hatinya dia berfikir, kenapa wajah mereka begitu mirip. Apalagi kalung itu. Kalung itu persis kalung yang diberikan kepada wanita spesial mengisi hatinya.
Hingga sekarang tempatnya direlung hati tak tergantikan.
Dilihatnya kembali kartunya namanya yang telah diberikan gadis itu.
Malam takbiran begitu syahdu. Mike J tak ingin berdiam diri di kamar hotel. Dipencetnya nomor telepon yang tertera di bussines card itu.
"Hallo ini, Selena kah. Ini saya, Mike J. Boleh kah saya berkunjung kerumah kamu?"
"Boleh silahkan. Ke jalan Mawar nomor 30 Jakarta Pusat."
Hanya butuh waktu 30 menit untuk sampai di rumah Selena.
Tok..tok...
"Assalamualaikum."
Dengan bergegas Selena membukakan pintu ke tamu yang berkunjung tersebut.
"Waalaikum salam. Silahkan masuk." Selena mengajak masuk Mike J sambil berteriak Pap, Mam, kakak Maya.
Dengan serentak ketiganya keluar melihat tamu yang datang.
Maya yang memegang gelas, tampak terkejut.
"Oh My God."
Gelas terjatuh dan pecah berserakan. Semua mata tertuju kepada Maya.
"I am sorry Maya."
"Kenapa kamu pergi menghilang begitu saja. Saya begitu merindukanmu. Hampir 19 tahun sudah aku lalui seorang diri. Merasa diri ini paling hina dimata tuhan." sesal Maya hingga menanggis.
"Maafkan aku Maya. Keadaan keuangan keluargaku yang membuatku begitu. Aku dipaksa untuk mencari uang dengan bernyanyi. Hatiku telah tertinggal di kamu."
Semuanya terpana.
"Pap, Mam dia adalah Joel. Nama lengkapnya Mike Joel, Ayah biologisnya Selena Mayjoel Subroto." (*)
Post a Comment for "SELENA MAYJOEL SUBROTO "
Silahkan Tinggalkan Komentar Yach..Thanks..
Post a Comment