IMD dan ASI Eksklusif Ditinjau dari Bidang Hukum Kesehatan
![]() |
Mahasiswa Peminatan Kajian Adminstrasi Rumah Sakit Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Andalas |
SETIAP orangtua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Kesehatan anak merupakan perhatian penting orang tua, terutama soal tumbuh kembang anak. Tidak hanya orangtua, di Indonesia kesehatan anak dibahas dengan sangat kompleks dan diatur dalam hukum kesehatan. Hal ini bertujuan meningkatkan derajat kesehatan serta mencetak generasi penerus bangsa yang sehat dan cerdas. Berbicara soal kesehatan anak dimulai dari hari pertama kehidupan sejak anak di dalam kandungan. Kemudian anak lahir ke dunia. Selanjutnya masuk ke periode menyusui. Periode ini merupakan salah satu periode penting yang tidak boleh disepelekan. Kesalahan dalam pengasuhan anak akan menimbulkan risiko yang berdampak bagi kesehatan anak di masa mendatang.
Kesehatan anak dibahas dan diatur dalam hukum kesehatan, termasuk dalam hal menyusui. Ternyata sebagian besar masyarakat tidak tahu terkait hal ini. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 128 ayat 1 disebutkan setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu (ASI) eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis. Dari hukum kesehatan tersebut dapat kita simpulkan bahwa menyusui itu penting dan bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 33 tahun 2012 pasal 1 tentang pemberian ASI eksklusif dijelaskan bahwa ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 bulan, tanpa menambah dan mengganti dengan makanan dan minuman lain.
Dalam upaya ASI eksklusif, saat bayi lahir harus segera diberikan ASI. Upaya ini disebut Inisiasi Menyusui Dini (IMD). IMD adalah proses awal dimana bayi mencoba menyusu sendiri, dengan cara bayi diletakkan di dada ibunya (segera setelah lahir), dan mencari sendiri puting ibu untuk menyusu. Sesuai dengan rekomendasi WHO (World Health Organization), IMD dilakukan dalam waktu 1 jam setelah melahirkan. Proses kontak ini harus dilakukan dari kulit ibu ke kulit bayi secara langsung. Jika kontak ini terhalang oleh kain atau dilakukan lebih dari 1 jam, maka IMD dianggap belum sempurna. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 33 tahun 2012 pasal 9 disebutkan bahwa tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan IMD bayi terhadap ibunya. Pada pasal 14 disebutkan bahwa jika tenaga kesehatan tidak melaksanakan IMD sebagaimana ketentuan diatas, maka akan dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa teguran lisan, teguran tertulis dan atau pencabutan izin. Dampak buruk tidak dilakukannya IMD yaitu semakin lama ASI diberikan, semakin besar risiko kematian pada bayi.
Penundaan pemberian dalam waktu 2-23 jam meningkatkan risiko kematian 1,3 kali lipat, sedangkan tertunda 1 hari atau lebih dapat meningkatkan risiko kematian lebih dari 2 kali lipat. Tantangan dalam upaya pemberian ASI eksklusif adalah beberapa orang tua memiliki pemahaman yang salah dalam pemberian ASI. Hal ini tentunya menyebabkan kegagalan dalam pemberian ASI eksklusif. ASI yang diproduksi ibu itu sesuai dengan kebutuhan bayi, namun banyak orang tua yang tidak mengetahui akan hal ini. Pada hari pertama bayi lahir, produksi ASI ibu masih sedikit. Hal ini tidak perlu dikhawatirkan oleh para ibu karena ukuran lambung bayi pada hari pertama hanya sebesar buah ceri. Selanjutnya ukuran lambung bayi semakin hari akan semakin besar berbanding lurus dengan produksi asi ibu. Namun beberapa orang tua takut kebutuhan bayi tidak terpenuhi, selanjutnya memilih memberikan makanan dan minuman lain baik itu berupa air putih, buah, ataupun susu formula. Adapun dari berbagai makanan dan minuman tersebut, susu formula (sufor) merupakan makanan yang paling sering dijadikan orang tua sebagai penambah ataupun pengganti ASI.
Sufor adalah buatan manusia atau sintetis, komponen sufor dibuat menyerupai ASI, namun sampai kapanpun struktur dari komponen sufor ini tidak akan pernah sama dengan ASI. Sufor tidak terdapat enzim, faktor pertumbuhan, anti-parasit, anti-alergi, anti-virus, hormon, dan antibodi. Selain itu hal yang paling mengejutkan dan tidak banyak diketahui para orang tua adalah penggunaan jangka panjang sufor akan menyebabkan peningkatan resiko kesehatan pada bayi seperti asma, alergi, infeksi telinga, hipertensi, penyakit jantung, infeksi saluran pernafasan, IQ (Intellegence Quotient) dan daya kognitif yang lebih rendah. Dalam hukum kesehatan terkait sufor ini juga dibahas dengan cukup kompleks. Pada Peraturan Pemerintah RI nomor 33 tahun 2012 pada Pasal 12 dihimbau kepada setiap ibu yang melahirkan bayi harus menolak pemberian susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya. Selanjutnya untuk tenaga kesehatan, pada pasal 17 disebutkan bahwa tenaga kesehatan dilarang memberikan susu formula bayi, dan produk lain yang dapat menghambat program pemberian ASI eksklusif, selain itu tenaga kesehatan dilarang menerima dan atau mempromosikan susu formula.
Adapun untuk penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dijelaskan di pasal 15 bahwa penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang memberikan susu formula, dilarang menerima dan atau mempromosikan susu formula bayi. Selanjutnya pada pasal 19 disebutkan bahwa produsen atau distributor susu formula dan atau produk bayi dilarang melakukan kegiatan yang menghambat program ASI eksklusif yaitu pemberian contoh produk susu formula secara cuma-cuma, penawaran atau penjualan langsung sufor ke rumah-rumah, pemberian potongan harga, penggunaan tenaga kesehatan dan pengiklanan sufor.
Selanjutnya pada pasal 21 disebutkan bahwa tenaga kesehatan, penyelenggara fasilitas kesehatan dilarang menerima hadiah atau bantuan dari produsen. Dari aturan tersebut nampak jelas bahwa tidak ada yang lebih baik selain pemberian ASI Eksklusif kepada bayi. Dengan segala macam aturan dan resiko terhadap sufor, sekarang muncul pertanyaan sebenarnya sufor itu untuk apa? Sufor dibutuhkan jika ada indikasi medis yang menghambat pemberian ASI Eksklusif dan seharusnya didapatkan dengan resep dokter. Indikasi tersebut yaitu jika bayi mengalami kelainan metabolik dimana pada tubuh bayi tidak ada enzim yang fungsinya untuk mencerna susu. Selanjutnya bayi yang butuh asupan selain ASI dalam jangka waktu tertentu, seperti bayi prematur, BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), dan bayi dengan resiko hipoglikemia. Jika ibu memiliki indikasi tidak menyusui seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus), HTLV (Human T-lymphotropic Virus), CMV (Citomegalovirus), atau ibu memiliki indikasi untuk sementara tidak menyusui seperti pengobatan ibu, ibu sakit berat, sedang menjalani kemoterapi, atau setelah pemeriksaan dengan zat radioaktif.
Dari penjelasan tersebut, maka dapat kita pahami bahwa pemberian sufor tidak boleh sembarangan, sufor yang diberikan pun juga bukan sembarangan dan harus disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Intinya jika tidak ada indikasi medis, maka makanan yang terbaik untuk diberikan kepada bayi adalah ASI.
Dalam Undang Undang no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 128 ayat (2) disebutkan bahwa selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. Sedangkan pada ayat 3 dijelaskan juga bahwa penyediaan fasilitas khusus tersebut diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum. Dari sini kita bisa lihat bagaimana hukum kesehatan memberikan dukungan optimal untuk orang tua agar dapat memberikan ASI eksklusif. Tidak hanya dukungan hukum kesehatan juga memberikan jaminan dimana pada pasal 200 undang undang yang sama disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI eksklusif akan dipidana paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).
Pemberian ASI eksklusif memiliki banyak manfaat baik itu bagi bayi, ibu, bahkan ayah. Dimana manfaat bagi bayi yaitu ASI dapat diserap dengan efisien, ASI mengandung zat gizi lengkap, menurunkan resiko penyakit, membantu otak bayi berkembang menjadi lebih baik. Sedangkan manfaat untuk ibu yaitu membantu ibu untuk lebih peka dan dekat dengan bayinya, membangun hubungan kasih sayang yang timbal balik, memicu kontraksi rahim sehingga mempercepat pengecilan rahim, dan menurunkan resiko penyakit kanker. Adapun manfaat pemberian ASI eksklusif bagi ayah dan keluarga yaitu menekan anggaran keluarga, menekan anggaran untuk ke RS atau berobat, praktis untuk bepergian, dan anak yang disusui biasanya lebih terikat secara emosional dengan orang tua.
Banyak metode memberikan ASI kepada bayi yang diketahui orang tua, seperti menyusui langsung, metode pumping atau susu perah, dan media pemberian ASIP (Air Susu Ibu Perah). Namun metode yang terbaik adalah dengan menyusui langsung dari ibu ke bayi, karena disaat bayi menyusu langsung ada yang namanya baby spit backwash (komposisi asi menyesuaikan dengan kebutuhan bayi). Contohnya pada bayi yang sakit, saat bayi menyusui langsung, maka ASI akan mengubah komposisinya dengan membangun antibodi untuk penyakit tersebut. Kepada ibu yang bekerja tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan metode pumping dan media pemberian ASI seperti cup feeder, gelas sloki, sendok dan lain-lainnya, namun tetap diselingi dengan menyusui langsung. Penggunaan dot tidak disarankan agar mencegah bayi bingung puting.
Adapun dari segudang manfaat pemberian ASI eksklusif tersebut dan dengan adanya anjuran dari segi hukum kesehatan, serta adanya jaminan dari hukum kesehatan, tidak ada alasan dan penghalang lagi terhadap orangtua untuk memberikan ASI eksklusif bagi dan menyusui dengan cara terbaik untuk anak. (*)
Post a Comment for "IMD dan ASI Eksklusif Ditinjau dari Bidang Hukum Kesehatan"
Silahkan Tinggalkan Komentar Yach..Thanks..
Post a Comment