DOA FITRI
'YA Allah, di lebaran tahun ini Fitri ingin sekali mempunyai orangtua. Kabulkan ya, Allah." Begitulah doa Fitri selepas menjalan sholat. Mukena kecil yang sudah usang tersebut dilepaskan dari muka mungilnya.
Dilipatnya mukena sudah usang itu. Lalu Fitri berlalu menuju Panti Asuhan Amanah. Di sanalah rumah Fitri selama lima tahun belakangan ini. Fitri ingin sekali mempunyai keluarga utuh, seperti teman-temannya yang lain. "Pit, kamu tinggal dimana? Papa dan mama kamu kerja dimana?" tanya Deli.
"Aku tidak punya papa dan mama. Aku punya ibu Peri."
"Ibu Peri itu seperti apa?"
"Seperti ibu-ibu. Tapi ibu Peri adalah ibu di Panti Asuhan yang menjaga saya sedari bayi."
"Galak ya dia."
"Tidak. Dia baik loh. Dia yang mengasuh Fitri dari kecil."
"Papa dan mama kamu dimana sekarang."
"Fitri tidak tahu." jawab Fitri sedih. Percakapan itu terus mengusik hati Fitri. Pisang goreng dagaannya tumpah disenggol pria bertubuh tegap. "Maaf pak. Saya tidak sengaja." ucap Fitri serambi memunggut pisang goreng yang jatuh ke tanah. "Berdiri nak. Jangan dipunggut lagi. Biar bapak ganti kerugiannya."
"Tidak pak. Saya yang salah. Saya melamun tadi."
"Gadis cilik. Nama kamu siapa. Apa yang sedang kamu lamunkan sayang."
"Nama saya Fitri pak. Saya sedang melamunkan kedua orangtua."
"Orangtua Fitri dimana sekarang."
"Fitri tidak tahu pak. Kata ibu Peri, suatu saat pasti ada yang ingin mengadopsi Fitri. Merekalah orangtua Fitri."
"Ibu Peri itu siapa Fitri."
"Ibu Peri itu ibu yang mengasuh saya dari kecil."
"Kamu tinggal dimana?"
"Di Panti Asuhan Amanah, pak."
"Kalau begitu bapak antar kamu yach."
"Nama bapak siapa."
"Panggil saya, papa Joni."
Fitri masuk ke dalam mobil Joni.
"Assalamualaikum buk Peri, Fitri pulang."
"Waalaikum salam nak."
"Ibu kenalkan ini papa Joni. Beliau orang baik. Ketemu ketika Fitri sedang termenung."
"Terima kasih pak. Silahkan duduk." Joni duduk di sofa. Dan melihat donatur tetap disini, Brata Danuarja. "Maaf buk. Bapak Brata Danuarja sering kemari yach."
"Tidak pak. Beliau donatur tetap disini."
"Apa alasan Bapak Brata Danuarja memberikan sumbangan ke panti asuhan ini." ucap Joni dengan penuh amarah. Ibu Peri hanya diam. "Bapak kenal sama pak Brata."
"Saya kenal. Ingin sekali saya melihat wajahnya yang sombong itu. Kami sudah tidak ketemu lima tahun belakangan ini" ucap Joni. Fitri hanya mendengarkan. Lalu mencoba menanyakan.
"Opa Brata kan sudah meninggal ibu Peri."
Dor..Batin Joni rasanya perih.
"Kenapa kamu meninggal Brata. Dimana kamu buang buah cinta ku dan Amelia." jeritan hati Joni.
"Papa Joni. Kenapa termenung. Silakan minum dan dicicipi kuenya." tegur Fitri.
"Ibu, bolehkah saya tahu alamat rumahnya dan makamnya pak Brata."
"Maaf pak Joni. Kalau boleh tahu, bapak Joni ini ada hubungan darah sama pak Brata?" selidik ibu Peri.
"Ceritanya panjang buk. Sebenarnya saya adalah menantu dari Pak Brata Danuarja. Saya suaminya Amelia. Pernikahan kami digelar secara mewah. Dua keluarga pengusaha bersatu. Betapa bahagianya kami. Sayangnya sebulan pernikahan, usaha keluarga saya mengalami kebangrutan. Saya mulai frustasi, minum-minuman, pulang pagi. Hingga akhirnya saya diusir papa dari rumah. Saat itu, Amelia tengah mengandung anak kami. Saya lontang lantung kesana kemari. Dalam kesendirian tersebut saya sadar, lalu pergi ke Singapura. Alhasil, baru sekarang saya berhasil dan pulang. Saya ingin sekali menjemput anak dan istri saya. Usaha itu sudah saya lakukan tiga tahun lalu. Tapi papa tidak mengizinkan kami berdua bertemu. Papa mengatakan anak saya sudah meninggal. Amelia melanjutkan kuliah ke Amerika Serikat. Saya putus asa. Bayangan Amelia selalu hadir setiap mimpi saya. Seorang gadis cilik memanggil papa." jelas Joni panjang lebar.
"Saya sudah mencarinya ke rumah yang dulu. Sayangnya rumah tersebut sudah dijual. Kemanakah saya akan mencarinya lagi." tambah Joni serambi melihat sosok Fitri. Ibu Peri pun demikian."Kenapa papa Joni dan ibu Peri melihat Fitri." tanya Fitri.
"Bagaimana kalau besok, Pak Joni berbuka bareng sama kami. Kebetulan besok, Pak Mamat rencananya akan syukuran kesini."
"Pak Mamat?"
"Iya pak Mamat kepercayaan pak Brata Danuarja."
"Apakah Amelia juga datang besok buk."
"Entahlah pak. Ibu Amelianya jarang pulang ke Indonesia."
"Okay buk. Bolehkah saya menjadi bapak angkatnya Fitri?"
"Boleh." jawab ibu Peri.
"Horay. Fitri punya papa."
"Papa pulang dulu ya Fitri. Besok akan papa bawa Fitri ke rumah yach.
Fitri senang dan memeluk Joni.
"Iya papa. Hati-hati dijalan."
***
Hati ibu Peri tidak tenang. Ia melihat Fitri.
"Kasihan kamu anakku. Joni itu adalah papa kandung kamu. Besok kamu akan dapat kebahagian. Insya Allah kamu akan merayakan kemenangan bersama kedua orangtua kandung kamu nak. Tetaplah menjadi bintang di langit." Tiga jam berlalu.
"Maaf ibu Peri. Bisa titip bingkisan ini sama Fitri. Pakaian ini harus dipakainya besok." kata Joni berlalu dengan mobilnya.
***
Satu persatu hidangan berbuka sudah ada di aula. Hati Fitri begitu gembira. Mengenakan pakaian berwarna pink. Sebahagianya Fitri. Ia akan bertemu papa baru.
"Fitri akan mencoba menjadi anak yang membanggakan papa Joni." Gubruk, tak sengaja Fitri menabrak sosok wanita cantik nan anggun. Pakaian gamisnya begitu kelihat berkelas. Matanya tertutup kacamata. Tapi hatinya begitu nyaman ketika menabrak wanita itu.
"Maaf tante. Fitri salah." Wanita itu membuka kacamatanya. Dilihatnya sosok gadis cilik itu.
"Nama kamu siapa anak."
"Fitri, tante."
"Umur kamu berapa tahun." selidik wanita itu lagi. Beliau curiga, karena mata Fitri begitu mirip sama Joni. "Lima tahun. Tante bernama Amelia yach."
"Kok kamu tahu."
"Ya tahu lah tante. Kemarin, ibu Peri dan papa Joni cerita, kalau anak nya Opa Brata namanya Amelia. Tante cantik dech."
"Papa Joni." Amelia mengulang nama itu.
"Nak, Amelia. Silahkan duduk nak." Ibu Peri mencoba menutupi semuanya. "Maaf ibu. Saya ingin berbicara berdua sama ibu." Ibu Peri membawa Amelia ke ruangannya.
"Kita langsung saja ya buk. Apakah ibu tahu dimana anak saya. Papa Joni itu siapa. Jujur sayalah buk." Telefon gengam Ibu Peri berbunyi.
"Persilahkan beliau masuk." jawab singkat Ibu Peri melalui sambungan seluler.
"Begini nak Amelia. Pertanyaan itu akan saya jawab satu persatu." Ibu Peri melihat Joni masuk ke ruangannya.
"Amelia, kenalkan itu Joni."
Amelia berbalik, dan melihat sosok pemuda yang amat dicintainya. Tapi Amelia berontak dan memukul. "Kamu jahat mas. Kamu tinggalkan aku seorang diri. Tidak berdaya menghadapi perintah papa."
"Puaskan lah amarah kamu Amelia. Maafkan saya."
"Semuanya sudah sia-sia. Papa sudah meninggal. Kita tidak akan menemukan anak kita lagi." Amelia menangis dipangkuan Joni. "Sudah selesai Pak Joni dan nak Amelia." Mereka berdua melihat ke Ibu Peri. "Maaf beribu maaf sama kalian berdua. Sebenarnya ini amanah dari pak Brata Danuarja. Saya disuruh menyimpan rahasia ini. Tapi saya tidak bisa."
"Rahasia apa buk." jawab mereka serentak.
"Fitri itu adalah buah cinta kalian berdua. Pak Brata Danuarja menyuruh saya menyimpan rahasia ini hingga Fitri dewasa. Tapi saya tidak tega, melihat Fitri berdoa siang dan malam. Kemarin saya terenyuh sekali, dia berdoa agar lebaran tahun ini mempunyai papa dan mama." Fitri membuka pintu. Dia memeluk keduanya.
"Alhamdullilah ya Allah. Terima kasih telah mengabulkan permintaan saya." Mereka bertiga berpelukan. Bedug berbuka sudah ditabuhkan. Diiringi suara azan. "Fitri, ajak papa dan mama kamu berbuka bareng diluar ya nak."
"Iya ibu Peri."
"Pa, ma, kita berbuka dulu yach."
***
Ribuan kebahagian terpancar diwajah Fitri. Banyak sekali kemenangan yang diperolehnya di hari nan Fitri ini. Punya papa dan mama. Doa Fitri terkabul di Idul Fitri. (Lenggogeni-bilik mungil/2014)
Post a Comment for "DOA FITRI "
Silahkan Tinggalkan Komentar Yach..Thanks..
Post a Comment