Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menantu Pilihan Ibu


    'KAPAN nikah. Kapan nikah, kapan nikah.' Kalimat tersebutlah membuat 'panas' kuping Cherly. Ingin rasa berontak, protes kehariban yang Kuasa. Kenapa? Kenapa? Cherly nan cantik, perfect, body aduhai itu tak kunjung mendapatkan. Di umur 32 tahun. Rawan bagi wanita minang. Entah kenapa?

    "Ya Allah jangan siksa diriku ini."  jeritan hati Cherly. Mata semua orang tertuju ke sosok Cherly yang begitu cantik bak bidadari itu belum mendapatkan jodoh. Hanya dia perempuan yang belum ketemu sama cinta sejati.

    "Jangan banyak pilih lagi." ucap Leo. "Saya bukan banyak pilih. Tapi lelaki itu yang menghindar. Awalnya mereka gencar mengejar, setelah dekat mereka menghilang entah kemana." jawab Cherly sewot. Meninggalkan Leo yang suka usil itu. Dan dia kembali.

    "Kalau begitu kamu sebagai kakak harusnya ikut mencarikan saya jodoh. Itu tanggungjawab kamu. Bukannya malah ikut menyudutkan saya. Saya sudah berusaha tahu." Cherly kembali menghindar karena senjata kalimatnya sudah habis. "Apa sich kriterianya."

    "Sholehah, punya penghasilan tetap, yang utama takut sama sang pencipta. Kalau dia takut akan penciptanya, pasti dia tidak akan melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT. Seperti dia akan berpikir dua kali menyakiti belahan jiwanya dan bertanggungjawab terhadap anak istrinya." jawab Cherly simple.

    "Bagaimana kalau Arfan?" tanya Leo. "Entah kenapa semenjak setahun tak bertemu dengannya, Arfan seolah menjauh dan menghindar dari saya. Ndak tahu apa salah saya. Coba abang tanya sama Arfan, please." 

    "Nanti ditanya." 

    "Perasaan saya, ada yang bercerita jelek tentang saya." kata Cherly.

***

    Percakapan siang tadi membuat Cherly tidak bisa tidur. Jarum jam telah menunjukan pukul 04.00 WIB. Mata ini tak bisa dipejam. Entah apa gerangan. Ayah, ibu dan kakak bersama suaminya sudah menunggu di meja makan. Guna menyantap hidangan sahur. Esok hari pertama menjalankan ibadah puasa. Lauk pauk seperti rendang lidah, tumis kangkung hingga telur goreng barendo sudah terhidang di meja makan.

    "Ayo makan Cherly. Tuch rendang lidah kesukaan kamu sudah terhidang."

    "Masih kenyang buk. Cherly mau minum air doang, trus niat yach. Ngantuk." jawab Cherly berlalu menuju kamar. "Kamu belum tidur?"

    "Iya buk. Cherly tidur dulu yach." Di kamar Cherly tidak bisa tidur. Dia membuka laptop dan melihat foto-fotonya ke tidak di Jerman, ketika mengikuti pelatihan kepemimpinan. Satu persatu folder bertuliskan 'Fairtale' itu dibukanya. Cherly begitu bahagia mendapatkan kepercayaan itu. Bertemu dengan orangtua angkat, Joel pria disabilitas yang care terhadapnya hingga beberapa orang asing yang bersahabat dengannya.

    "Ingin rasanya pergi ke sana lagi, melanjutkan kuliah, menetap dan punya anak disana." jeritan hati Cherly. Tiba-tiba raut wajah Cherly berubah. Dia jadi ingat pesan ibunya, menikah dulu baru pergi terbang meninggalkan Padang. Ke dunia manapun ibu izinkan asalkan kamu sudah punya pendamping. Menikah dulu. Menikah dulu.    Cherly jadi sebel. Kenapa ibu harus mewarningnya. "Aku bisa jaga diri." bantahnya.

    "Memang benar. Kamu perempuan, anak gadis harus menikah dulu. Apalagi di minang." jawab ibu.
Huff. Sebal. Katanya sudah ada kesetaraan gender. Kenapa harus dibedakan juga. Suntuk, menunggu terus. Ada yang mendekat, eeeh malah menghilang kabur.

    "Tapi Cherly jomblo ibu. Alias tak punya pacar." Cherly menjerit. Lamunan Cherly berhenti ketika mendengar suara azan Shubuh.

***

    "Tidak mau. Saya tidak mau kembali lagi. Kamu sudah menyakiti hatiku. Tinggalkan saja aku dan anakku. AKu tak sudi di madu." perempuan itu menjerit. "Tolong, tolong." Cherly mendengar jeritan itu langsung menghampiri seorang wanita yang tengah mengendong anak.

    "Kenapa bu." Cherly langsung melonggo melihat perempuan dengan pakaian daster yang sudah lusuh. "Hany. Kamu Hany kan?"

    "Iya. Tolong aku Cherly. Aku disakiti suamiku."

    "Hey kamu sini. Berani sama perempuan. Ibu kamu perempuan kan? Kenapa kamu menyakit istri dan anak mu. Pergi, pergi." Melihat suami temannya itu berdiri dan belum beranjak juga. Cherly langsung membuka sepatu hak tingginya.

    "Pergi. Pergi sana. Pergi." Cherly mengusir lelaki itu sambil melempar sepatu. "Awas kamu." ancam lelaki itu kepada sang istri.

    Cherly langsung mengambil tisuee dari dalam tasnya dan  menanyakan penyebab pertengkaran mereka. "Hany, bukankah itu Bram, pacar kamu dari SMA dan sudah menjadi suamimu sekarang. Bahkan pesta pernikahan kamu yang mewah itu saya hadir."

    "Iya, Che."

    "Trus." Cherly mengajak Hany masuk ke mobilnya dan singgah ke sebuah restoran.

    "Kamu puasa Han?"

    "Insyaallah, masih Che."

    "Putri cantik ini siapa namanya nak. Kamu masih puasa?"

    "Melati. Tidak tante. Tadi siang batalnya." Cherly langsung memanggil pelayan untuk menyuguhkan makanan ke Melati. "Kenapa kamu bisa seperti ini Han? Penampilan lusuh. Hanya mengenakan daster saja." tanya Cherly.

    "Ceritanya panjang Che. Memang waktu SMA, mas Bram begitu baik, perhatian dan sayang sama saya. Tapi itu semua palsu. Ternyata dia mendekati dan menikahi saya untuk ambil harta kedua orangtua saya. Dua bulan menikah saja. Dia sudah diangkat papi sebagai direktur mengantikannya. Setelah mendapatkan jabatan itu, dia suka main sama perempuan lain. Mengonsumsi narkoba. Awalnya papi dan mami sudah mewarning saya untuk pisah. Tapi saya dibawah tekanan dia. Hingga akhirnya harta kedua orangtua saya habis. Dia menjadi gembel, saya dikejar rentenir.  Saya sadar kalau mas Bram menyebab semua ini. Saya sudah melaporkan kejadian ke pihak berwajib dan komnas perlindungan perempuan dan anak." jelas Hany.

    Cherly hanya terdiam dan turut prihatin dengan perlakuan yang diterima Hany, gadis tercantik, terpintar dan terkaya di kala SMA. "Cherly, kamu gimana? Sudah menikah? Sudah punya anak berapa?" Cherly hanya terdiam.

    "Saya belum punya anak, karena belum menikah." Hany memegang erat tangan Cherly. "Che, saya sarankan pilih-pilihlah lelaki yang akan menjadi pendamping hidupmu. Jangan hanya karena sindiran, ejekan orang sekeliling kamu sembarang memilih lelaki. Lebih baik tak menikah kalau kamu memperoleh lelaki bejat seperti Bram. Hidup bak di penjara Che." nasehat Hany. Tak lama berselang, telephone gengam Hany berbunyi.

    "Iya pak saya segera menuju ke sana." Hany menutup telepon.

    "Che, aku harus ke Kantor Polisi, Mas Bram sudah kena tangkap."

    "Saya temani kamu yach."

   "Tidak usah Che. Antarkan saja saya ke sana dan minta saya nomor handphone kamu." Hany menolak tawaran Cherly karena takut temannya itu terlibat masalahnya dengan suami yang bajingan itu.

***

    Peristiwa tadi sore menghentakkan batin Cherly. Dia berfikir dua kali untuk menikah. Cherly merenung sendiri. Lalu dia mencoba menceritakan kejadian yang ditemui itu kepada ibu. "Ibu, kasihan ya si Hany. Terlihat lebih tua dari umurnya." Cherly tidur dipelukan ibu.

    "Cherly, kamu mau ibu jodohkan dengan Herry, anaknya Boby."

    "Ah." Cherly hanya terperanjat.

    "Anaknya mak Boby."

    "Iya."

    "Apakah dia mau sama Cherly. Dia kan anak yang sudah lama tinggal di Ibukota Jakarta."

    "Iya. Kamu kenalan dulu. Dia minta foto kamu. Berkenalan lah kamu dulu."

    "Tapi apakah dia mau? Kenapa harus pakai foto segala. Kok harus lihat wajah dulu?"

    "Apakah kamu mau dijodohkan."

    "Iya buk. Cherly sudah menyerah. Pilihan ibu adalah yang terbaik untuk Cherly." suaranya melunak.

    "Okay." Dalam batin Cherly sempat ada kekhawatiran ditolak lagi. Hatinya sudah rapuh. "Mudah-mudahan dia jodoh yang dikirimkan untuk saya. Amin." jerit Cherly dalam hati. Baginya menantu pilihan ibu, adalah suami terbaik baginya. "Yuk kita berbuka nak. Insyaallah lebaran nanti, mereka pulang ke Padang menentukan tanggal pernikahan kalian."

    ***

   Gema takbir dengan syahdunya. Sesyahdunya hati Cherly. Dua keluarga sudah ada ikatan itu menjalan sholat idul fitri dengan khusuknya. Sesampai di rumah, mereka menentukan tanggal pernikahan kedua anak mereka.

    "Che, ku lamar kamu gadis yang hanya ku lihat melalui fotonya dengan bismillah. Mau kah kamu menjadi ibu bagi anak-anakku kelak." bisik Herry. "Insha allah, aku mau." jawab Cherly. (Lenggogeni - bilik mungil/2014)

Post a Comment for "Menantu Pilihan Ibu"